Blogger Template by Blogcrowds.

Linguistik berarti ilmu bahasa. Ilmu bahasa adalah ilmu yang objeknya bahasa. Bahasa di sini maksudnya adalah bahasa yang digunakan sehari-hari (atau fenomena lingual). Karena bahasa dijadikan objek keilmuan maka ia mengalami pengkhususan, hanya yang dianggap relevan saja yang diperhatikan (diabstraksi). Jadi yang diteliti dalam linguistik atau ilmu bahasa adalah bahasa sehari-hari yang sudah diabstraksi, dengan demikian anggukan, dehem, dan semacamnya bukan termasuk objek yang diteliti dalam linguistik.

Linguistik modern berasal dari Ferdinand de Saussure, yang membedakan langue, langage, dan parole (Verhaar, 1999:3). Langue adalah salah satu bahasa sebagai suatu sistem, seperti bahasa Indonesia, bahasa Inggris. Langage berarti bahasa sebagai sifat khas manusia, sedangkan parole adalah bahasa sebagaimana dipakai secara konkret (dalam bahasa Indonesia ketiga istilah tadi disebut bahasa saja dan mengacu pada konsep yang sama). Sejalan dengan hal di atas, Robins (1992:55) mengatakan bahwa langue merupakan struktur leksikal, gramatikal, dan fonologis sebuah bahasa, dan struktur ini sudah tertanam dalam pikiran penutur asli pada masa kanak-kanak sebagai hasil kolektif masyarakat bahasa yang dibayangkan sebagai suatu kesatuan supraindividual. Dalam menggunakan bahasanya, penutur bisa berbicara di dalam lingkup langue ini; apa yang sebenarnya diucapkannya adalah parole, dan satu-satunya kendali yang dapat dia atur adalah kapan dia harus berbicara dan apa yang harus ia bicarakan. Kaidah leksikal, gramatikal, dan fonologis telah dikuasai dan dipakai, dan kaidah tersebut menentukan ruang lingkup pilihan yang dapat dibuat oleh penutur. Pembedaan ini seperti apa yang dibuat Chomsky, yaitu antara competence (apa yang secara intuisi diketahui penutur tentang bahasanya) dan performance (apa yang dilakukan penutur ketika dia menggunakan bahasanya).

Ilmu linguistik sendiri sering disebut linguistik umum, artinya ilmu linguistik tidak hanya menyelidiki salah satu bahasa saja tetapi juga menyangkut bahasa pada umumnya. Dengan memakai istilah de Saussure, dapat dirumuskan bahwa ilmu linguistik tidak hanya meneliti salah satu langue saja, tetapi juga langage, yaitu bahasa pada umumnya. Sedangkan linguistik teoretis memuat teori linguistik, yang mencakup sejumlah subbidang, seperti ilmu tentang struktur bahasa (grammar atau tata bahasa) dan makna (semantik). Ilmu tentang tata bahasa meliputi morfologi (pembentukan dan perubahan kata) dan sintaksis (aturan yang menentukan bagaimana kata-kata digabungkan ke dalam frasa atau kalimat). Selain itu dalam bagian ini juga ada fonologi atau ilmu tentang sistem bunyi dan satuan bunyi yang abstrak, dan fonetik, yang berhubungan dengan properti aktual seperti bunyi bahasa atau speech sound (phone) dan bunyi non-speech sound, dan bagaimana bunyi-bunyi tersebut dihasilkan dan didengar (http://en.wikipedia.org/wiki/Linguistics).

Menurut Verhaar (1999:9), setiap ilmu pengetahuan biasanya terbagi atas beberapa bidang bawahan, misalnya ada linguistik antropologis atau cara penyelidikan linguistik yang dimanfaatkan ahli antropologi budaya, ada sosiolinguistik untuk meneliti bagaimana dalam bahasa itu dicerminkan hal-hal sosial dalam golongan penutur tertentu. Tetapi bidang-bidang bawahan tersebut mengandaikan adanya pengetahuan linguistik yang mendasari. Bidang yang mendasari itu adalah bidang yang menyangkut struktur dasar tertentu, yaitu struktur bunyi bahasa yang bidangnya disebut fonetik dan fonologi; struktur kata atau morfologi; struktur antarkata dalam kalimat atau sintaksis; masalah arti atau makna yang bidangnya disebut semantik; hal-hal yang menyangkut siasat komunikasi antarorang dalam parole atau pemakaian bahasa, dan menyangkut juga hubungan tuturan bahasa dengan apa yang dibicarakan, atau disebut pragmatik.

[ph] dan [p]

Setiap bahasa memiliki kaidah yang khas dari semua bidang yang tercakup dalam leksikon (kosakata) dan tata bahasa. Misalnya pada bunyi [p] dalam kata bahasa Inggris "pot". Bunyi [p] beraspirasi ([ph]) karena [ph] dalam kata "pot" adalah satu-satunya bunyi letup (plosive) pada awal kata, sehingga akan diucapkan seperti[phot]. Tetapi dalam kata "spot", bunyi [p] tidak beraspirasi karena bukan merupakan satu-satunya konsonan pada awal kata, sehingga akan diucapkan [spot], tanpa aspirasi pada bunyi [p].

S
eorang penutur asli bahasa Inggris akan kesulitan untuk mengucapkan bunyi fonem /p/ pada kata "psychology". Bunyi [p] tersebut silent atau tidak diucapkan, sehingga akan terdengar seperti [saiˈkolədʒi]. Untuk mengucapkan bunyi [ph] ia akan menarik kedua bibirnya ke dalam sebelum melepaskannya. Ia akan mengalami kesulitan untuk mengucapkan bunyi [ph] sebelum bunyi [s] secara berurutan, sehingga bunyi [ph] menjadi tidak terdengar (seperti pada contoh kata "spot" di atas). Ini berbeda apabila seorang penutur asli bahasa Indonesia atau Jawa yang mengucapkan kata "psikologi". Biasanya bunyi fonem /p/ akan terdengar jelas. Ini karena kaidah fonetis bunyi fonem /p/ dalam bahasa Indonesia berbeda dengan bahasa Inggris. Dalam kaidah fonetis bahasa Indonesia atau Jawa, bunyi [p] tidak beraspirasi di awal kata (dan tidak beraspirasi pula di posisi tengah maupun akhir kata). Jadi, para penutur bahasa Indonesia atau Jawa asli, karena tidak perlu melipat kedua bibirnya ke dalam ketika mengucapkan [p], akan cenderung mengucapkan [pesikologi] atau [sikologi].

*Referensi: Wacana Komunikasi (Herudjati Purwoko)

Newer Posts Older Posts Home