Setiap bahasa memiliki kaidah yang khas dari semua bidang yang tercakup dalam leksikon (kosakata) dan tata bahasa. Misalnya pada bunyi [p] dalam kata bahasa Inggris "pot". Bunyi [p] beraspirasi ([ph]) karena [ph] dalam kata "pot" adalah satu-satunya bunyi letup (plosive) pada awal kata, sehingga akan diucapkan seperti[phot]. Tetapi dalam kata "spot", bunyi [p] tidak beraspirasi karena bukan merupakan satu-satunya konsonan pada awal kata, sehingga akan diucapkan [spot], tanpa aspirasi pada bunyi [p].
Seorang penutur asli bahasa Inggris akan kesulitan untuk mengucapkan bunyi fonem /p/ pada kata "psychology". Bunyi [p] tersebut silent atau tidak diucapkan, sehingga akan terdengar seperti [saiˈkolədʒi]. Untuk mengucapkan bunyi [ph] ia akan menarik kedua bibirnya ke dalam sebelum melepaskannya. Ia akan mengalami kesulitan untuk mengucapkan bunyi [ph] sebelum bunyi [s] secara berurutan, sehingga bunyi [ph] menjadi tidak terdengar (seperti pada contoh kata "spot" di atas). Ini berbeda apabila seorang penutur asli bahasa Indonesia atau Jawa yang mengucapkan kata "psikologi". Biasanya bunyi fonem /p/ akan terdengar jelas. Ini karena kaidah fonetis bunyi fonem /p/ dalam bahasa Indonesia berbeda dengan bahasa Inggris. Dalam kaidah fonetis bahasa Indonesia atau Jawa, bunyi [p] tidak beraspirasi di awal kata (dan tidak beraspirasi pula di posisi tengah maupun akhir kata). Jadi, para penutur bahasa Indonesia atau Jawa asli, karena tidak perlu melipat kedua bibirnya ke dalam ketika mengucapkan [p], akan cenderung mengucapkan [pesikologi] atau [sikologi].
*Referensi: Wacana Komunikasi (Herudjati Purwoko)
Seorang penutur asli bahasa Inggris akan kesulitan untuk mengucapkan bunyi fonem /p/ pada kata "psychology". Bunyi [p] tersebut silent atau tidak diucapkan, sehingga akan terdengar seperti [saiˈkolədʒi]. Untuk mengucapkan bunyi [ph] ia akan menarik kedua bibirnya ke dalam sebelum melepaskannya. Ia akan mengalami kesulitan untuk mengucapkan bunyi [ph] sebelum bunyi [s] secara berurutan, sehingga bunyi [ph] menjadi tidak terdengar (seperti pada contoh kata "spot" di atas). Ini berbeda apabila seorang penutur asli bahasa Indonesia atau Jawa yang mengucapkan kata "psikologi". Biasanya bunyi fonem /p/ akan terdengar jelas. Ini karena kaidah fonetis bunyi fonem /p/ dalam bahasa Indonesia berbeda dengan bahasa Inggris. Dalam kaidah fonetis bahasa Indonesia atau Jawa, bunyi [p] tidak beraspirasi di awal kata (dan tidak beraspirasi pula di posisi tengah maupun akhir kata). Jadi, para penutur bahasa Indonesia atau Jawa asli, karena tidak perlu melipat kedua bibirnya ke dalam ketika mengucapkan [p], akan cenderung mengucapkan [pesikologi] atau [sikologi].
*Referensi: Wacana Komunikasi (Herudjati Purwoko)
Labels: Linguistics
3 Comments:
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Javanese tongue.. pancen oye...
kalo melipat gigi ...perlu ndak, nin ?